MENGUBUR MENTAL FARISI

Senin, 21 November 2011 0 comments
Bahan Bacaan Renungan Harian Kristen hari ini : Lukas15:1-7

Perumpamaan tentang domba yang hilang dalam nas i­ni adalah perumpamaan yang disampaikan oleh Yesus sendiri. Perumpamaan ini disampaikan-Nya dalam ra­ngka menjawab sungutan orang-orang Farisi dan ahli Taurat, karena Yesus menerima dan bergaul dengan oang berdosa. Saudara, hampir setiap kali kita membaca tentang orang-orang Farisi dan Ahli Taurat dalam Alkitab, selalu kita memperoleh kesan yang ne­gatif. Negatif, karena sikap-sikap yang mereka tunjukan. Melalui nas ini kita dapat melihat sifat-sifat mereka yang negatif itu.

Pertama:  mereka selalu menganggap dirinya benar suci dan istimewa. Yang selalu harus dihargai dan dihormati. Ingin dihargai dan dihormati itu sendi­ri sebenarnya adalah sesuatu yang wajar. Setiap orang wajar menginginkannya. Wajar untuk mendapatkannya. Tapi masalahnya, bila hanya ingin dihargai dan dihormati tetapi tidak perrnah menghargai orang lain! Mengejar kebenaran atau kesucian  itu juga seharusnya dilakukan setiap orang. Bahkan hal tersebut justru dianjurkan oleh Tuhan. Tapi masalahnya, apabila selalu menganggap diri benar, menganggap diri sendirilah yang suci lalu menjadi alat untuk menghakimi bahwa orang lain selalu salah, selalu tidak benar?

Wah...wah...wah...Celakanya lagi bila sampai merasa diri tidak pernah salah, tidak pernah keliru, tidak pernah berdosa. Waduh...ini pas­ti kesombongan namanya. Kemunafikan istilahnya! Jika mental Farisi dan Ahli Taurat semacam ini sampai melanda persekutuan gereja, tentu tidak mungkin ada persekutuan yang balk, tidak mungkin adanya saling mengasihi. Yang ada tentulah saling membenarkan diri, saling menyalahkan, saling merasa berharga, dan seterusnya...

Karena itu marilah kita mengoreksi diri masing-ma­sing, kita bercermin dari terang kebenaran firman Tuhan ini, supaya jika ada mental Farisi dan Ahli Taurat menghinggapi persekutuan kita, akan kita kubur dalam-dalam. Dan jika ada, maka juga langkah paling bijaksana yang harus dilakukan adalah "per­tobatan". Bertobat berarti kita bersedia menanggalkannya, lalu menguburnya dalam-dalam kemudian mengarahkan hidup kita pada jalan hidup yang berkenan kepada Tuhan.

Memang pada dasarnya tidak ada seorang manusia juapun di dunia ini (kecuali Yesus) yang tidak pernah keliru, tidak pernah melakukan kesalahan. Tetapi itu tidak mengapa, andai ada pertobatan. Yesus sendiri berkata: "Demikian juga akan ada sukacita di sorga karma satu prang berdosa yang bertobat, lebih daripada eukacita karma sembila puluh sembilan p­rang benar yang tidak memerlukan pertobatan" (ay.7).

Kedua: Mereka adalah orang-orang yang selalu mencari kesalahan orang lain, tatapi mereka sendiri tidak pernah mengakui dan menyadari kesalahan, kelemahan dan dosa-dosa mereka. Selalu suka mencari kelemahan dan kesalahan orang lain sebenarnya adalah ungkapan perasaan hati terselubung yang dihiasi sifat dengki dan kebencian secara menyamar. Sifat yang  pada dasarnya untuk menutupi kekurangan diri sendiri. Sifat yang pada dasarnya untuk menutupi ke kurangan diri sendiri. Takut karena perasaan tersi­sih, tersaingi atau merasa kalah dari orang lain.

Saudara, apabila kita mencari kesalahan orang lain, ya memang selalu ada. Semakin kita mencari kesalahan dan kekurangan orang lain, ya tentu semakin banyak yang kita dapatkan. Andaikata hal demikian kita lakukan, sebaiknya kita menyadari, apakah saya juga tidak memi­liki kekurangan-kekurangan, kesalahan-kesalahan atau juga dosa-dosa? Jangan-jangan kesalahan, kelemahan dan dosa kitea jauh lebih besar dari orang lain! Ibaratkan telunjuk kita, jika menunjuk ke arah porang lain, makea pada saat yang sama kits harus me­nyadari bahwa masih ada tiga bahkan empat jari yang lain menunjuk ke arah diri kita.

Sebab itu saudara, baiklah berdasarkan kebenaran firman Tuhan ini kita diingatkan supaya menjalani hidup secara baik dan positif. Tidak terlalu suka mencari kelemahan dan kesalahan orang lain. Orang dapat menghargai kita sebenarnya juga tergantung dari cara kita menghargai orang lain. Orang menjadi senang itu pun tergantung dari apa yang kita laku­kan sehingga orang menjadi senang.

Seorang yang benar-benar rendah hati memang sulit ditemukan. Namun tentunya Tuhan menyenangi orang  yang rendah hati. Booker T.Washington, seorang pen­didik negro yang terkenal dari Institut Tukegee me­rupakan contoh yang baik untuk kebenaran ini. Tentunya yang perlu kita tiru. Tidak lama setelah ia menjabat presiden dari Institut Tukegee di Alabama, ia berjalan-jalan di pinggir kota. Seorang wanita kulit putih tiba-tiba menghentikannya. Karena tidak mengenal tuan Washington, maka wanita yang kaya ini menawarkan apakah laki-laki negro itu mau menda­patkan uang dengan memotongkan kayu untuknya. Sete­lah berfikir bahwa tak ada urusan yang mendesak, maka Prof.Washington tersenyum dan menggulung lengan bajunya lalu mulai mengerjakan pekerjaan kasar yang diminta.

Setelah selesai membawa kayu-kayu itu ke dalam ru­mah dan meletakkannya di dekat perapian. Seorang gadis kecil mengenalnya dan kemudian mengatakan kepada wanita itu. Keesokan harinya wanita tadi dengan perasaan malu datang ke kuntor tuan Washington dan meminta  maaf. "Tak apa-apa, nyonya", jawabnya, "Adakalanya saya menyukai pekerjaan kasar, disamping itu sungguh menyenangkan dapat menolong seorang teman", lanjutnya.

Wanita tadi dengan hangat menjabat tangan tuan Washington dan memberikan pujian buat perilakunya yang rendah hati. Beberapa waktu kemudian wanita tadi menyatakan penghormatannya dengan ikut menyumbang be­ribu-ribu dolar untuk Institut Tukegee. Alkitab berkata; "Keangkuhan merendahkan orang, tetapi orang yang rendah hati menerima pujian" (Amsal. 29:23). Saudara, hanya de­ngan kerendahan hati maka kasih dapat dilakukan. Dengan kerendahan hati di situlah ketinggian dan kea­gungan kita selaku pengikut-pengikut Yesus. AMIN
_____________________________
(Oleh: Pdt.Kristinus Unting, STh.,M.Div)
share this with your Friends.

0 comments:

Posting Komentar

 

©Copyright 2011 Renungan Harian Kristen | TNB